Dimanakah Allah Berada?
DETIK ISLAMI - RENUNGAN HARIAN
SEBAGIAN umat Islam jika ada yang bertanya: “Dimana Allah ?” Maka mereka menjawab: “Allah ada di mana-mana.” Ada pula yang menjawab: “Allah ada di dalam diri kita, yaitu di hati.” Atau yang lebih mengkhawatirkan lagi ada yang mengatakan: “Allah tidak ada di mana-mana, kita tidak boleh sok tahu.”
Entah apa yang menyebabkan pemahaman ummat Islam tentang Allah Swt masih jauh menyimpang dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Padahal perkara ini termasuk hal yang paling mendasar dalam agama Islam.
Mari kita perhatikan firman Allah Swt berikut “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ´Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al-Mulk: 16-17).
Dalam ayat ini sangat jelas bahwasannya Allah Swt ada di langit bersemayam di atas ‘Arsy-Nya. Namun ilmu-Nya meliputi segala yang ada di langit maupun di bumi. Ia mengetahui semua yang telah Ia ciptakan dari awal hingga akhir tanpa terkecuali.
Ada lagi dalil dari hadits Mu’awiyah bin Hakam, dikatakan bahwa suatu hari ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu Ia bertanya kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?” maka ia menjawab: “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi: “Siapa AKu?” maka ia menjawab: “Anda utusan Allah.” Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karna ia seorang yang beriman.” (HR. Muslim).
Hal lain yang dapat dijadikan dalil adalah fitrah manusia jika berdo’a maka hati dan fisiknya mengarah ke atas (ke langit). Bahkan ini terjadi pada semua agama, termasuk anak kecil yang keilmuannya masih cetek. Belum ditemukan, ada orang dari agama manapun yang jika berdo’a ia mengarahkan hati dan fisiknya ke arah bawah (tanah) atau ke samping kiri dan ke samping kanan.
Namun demikan ada sesuatu yang harus kita perhatikan dengan seksama tentang firman Allah Swt yang berbunyi “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah.” (QS. Asy-Syura: 11).
Dengan firman Allah tersebut maka tertutuplah segala pertanyaan menyimpang yang sengaja dihembuskan oleh setan ke dalam dada manusia. Seperti pertanyaan bagaimana cara Allah duduk, atau bagaimana bentuk ‘Arsy Allah dan lain sebagainya.
Kita umat Islam tidak sepatutnya berfikir sejauh itu. Karena hal tersebut termasuk perbuatan yang sia-sia dan dapat membahayakan diri kita. Cukup kita katakan bahwa Allah Maha Suci dan tidak ada sesuatupun yang serupa dengannya.
Pada zaman dahulu, Para ulama sangat tegas menyikapi orang-orang yang suka mempermainkan Allah Swt dengan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh.
Seperti ketika Imam Malik ditanya oleh seseorang dalam majelisnya tentang bagaimana cara Allah bersemayam ? maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis.” (Dinukil dari terjemah Aqidah Salaf Ahabil Hadits).
Jadi tidak ada gunanya kita memaksakan diri untuk memikirkan bentuk Allah karena ujung-ujungnya kita akan tersesat. Akal manusia sangat terbatas, daya jangkaunya pun sangat rendah. Ada jutaan misteri dalam hidup ini yang sejak dahulu hingga detik ini belum bisa terjawab dan mungkin tidak akan terjawab hingga seluruh manusia mati.
Contoh kecil, dalam ilmu matematika. Kita mengenal apa yang disebut bilangan cacah, yaitu sebuah bilangan yang dimulai dari 0,1,2,3, dan seterusnya. Setelah angka 9 ada angka 10, setelah angka 10 ada angka 11 hingga ratusan, jutaan, triliunan dan seterusnya. Lantas siapakah yang dapat menjawab kapankah atau dimanakah ujung dari bilangan tersebut?
Kewajiban yang diperintah Allah Swt kepada kita hanyalah meyakini bahwa Allah ada di langit, duduk bersemayam diatas ‘Arasy sesuai dengan apa yang dijelaskan Al-Qur’an dan Hadits Sahih tanpa menggambarkan atau mempertanyakan teknisnya.
SEBAGIAN umat Islam jika ada yang bertanya: “Dimana Allah ?” Maka mereka menjawab: “Allah ada di mana-mana.” Ada pula yang menjawab: “Allah ada di dalam diri kita, yaitu di hati.” Atau yang lebih mengkhawatirkan lagi ada yang mengatakan: “Allah tidak ada di mana-mana, kita tidak boleh sok tahu.”
Entah apa yang menyebabkan pemahaman ummat Islam tentang Allah Swt masih jauh menyimpang dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Padahal perkara ini termasuk hal yang paling mendasar dalam agama Islam.
Mari kita perhatikan firman Allah Swt berikut “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ´Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al-Mulk: 16-17).
Dalam ayat ini sangat jelas bahwasannya Allah Swt ada di langit bersemayam di atas ‘Arsy-Nya. Namun ilmu-Nya meliputi segala yang ada di langit maupun di bumi. Ia mengetahui semua yang telah Ia ciptakan dari awal hingga akhir tanpa terkecuali.
Ada lagi dalil dari hadits Mu’awiyah bin Hakam, dikatakan bahwa suatu hari ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu Ia bertanya kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?” maka ia menjawab: “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi: “Siapa AKu?” maka ia menjawab: “Anda utusan Allah.” Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karna ia seorang yang beriman.” (HR. Muslim).
Hal lain yang dapat dijadikan dalil adalah fitrah manusia jika berdo’a maka hati dan fisiknya mengarah ke atas (ke langit). Bahkan ini terjadi pada semua agama, termasuk anak kecil yang keilmuannya masih cetek. Belum ditemukan, ada orang dari agama manapun yang jika berdo’a ia mengarahkan hati dan fisiknya ke arah bawah (tanah) atau ke samping kiri dan ke samping kanan.
Namun demikan ada sesuatu yang harus kita perhatikan dengan seksama tentang firman Allah Swt yang berbunyi “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah.” (QS. Asy-Syura: 11).
Dengan firman Allah tersebut maka tertutuplah segala pertanyaan menyimpang yang sengaja dihembuskan oleh setan ke dalam dada manusia. Seperti pertanyaan bagaimana cara Allah duduk, atau bagaimana bentuk ‘Arsy Allah dan lain sebagainya.
Kita umat Islam tidak sepatutnya berfikir sejauh itu. Karena hal tersebut termasuk perbuatan yang sia-sia dan dapat membahayakan diri kita. Cukup kita katakan bahwa Allah Maha Suci dan tidak ada sesuatupun yang serupa dengannya.
Pada zaman dahulu, Para ulama sangat tegas menyikapi orang-orang yang suka mempermainkan Allah Swt dengan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh.
Seperti ketika Imam Malik ditanya oleh seseorang dalam majelisnya tentang bagaimana cara Allah bersemayam ? maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis.” (Dinukil dari terjemah Aqidah Salaf Ahabil Hadits).
Jadi tidak ada gunanya kita memaksakan diri untuk memikirkan bentuk Allah karena ujung-ujungnya kita akan tersesat. Akal manusia sangat terbatas, daya jangkaunya pun sangat rendah. Ada jutaan misteri dalam hidup ini yang sejak dahulu hingga detik ini belum bisa terjawab dan mungkin tidak akan terjawab hingga seluruh manusia mati.
Contoh kecil, dalam ilmu matematika. Kita mengenal apa yang disebut bilangan cacah, yaitu sebuah bilangan yang dimulai dari 0,1,2,3, dan seterusnya. Setelah angka 9 ada angka 10, setelah angka 10 ada angka 11 hingga ratusan, jutaan, triliunan dan seterusnya. Lantas siapakah yang dapat menjawab kapankah atau dimanakah ujung dari bilangan tersebut?
Kewajiban yang diperintah Allah Swt kepada kita hanyalah meyakini bahwa Allah ada di langit, duduk bersemayam diatas ‘Arasy sesuai dengan apa yang dijelaskan Al-Qur’an dan Hadits Sahih tanpa menggambarkan atau mempertanyakan teknisnya.
Comments
Post a Comment